MAKALAH
PERIODE
PERKEMBANGAN PGRI SEJAK MASA KOLONIAL
SAMPAI
DENGAN SEKARANG
Dosen : Zainal Abidin, M.Pd.
Nama
: Eris Hidayanti
NPM
: 201414501397
Kelas : R8K
Universitas Indraprasta PGRI
Jl.
Raya Tengah No.80 Kelurahan Gedong, Pasar Rebo, Jakarta Timur 13760
Telp.
(021)87797409, 87781300
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Persatuan Guru
Republik Indonesia (disingkat PGRI)
adalah organisasi di Indonesia yang anggotanya berprofesi sebagai guru.
Organisasi ini didirikan dengan semangat perjuangan para guru pribumi pada zaman Belanda, pada tahun 1912 dengan
nama Persatuan
Guru Hindia Belanda (PGHB).
Pada tahun 1932
nama PGHB diganti dengan PGI (Persatuan Guru Indonesia). Pergantian nam “Hindia
Belanda” dengan “indonesia”Dalam nama organisasi ini mengejutkan Belanda,karena
nama Indonesia termasuk yang paling tidak desenangi oleh penjajah Belanda
karena mencerminkan tumbuhnya semangat Nasionalisme.
Perang dunia 2 pecah pada tahun 1939. Setahun kemudian, negri Belanda diduduki tentara Jepang. Pada tahun 1941 semua guru laki-laki Belanda ditugaskan menjadi milisi, untuk mengatasi kekurangan guru di Indonesia. Pada zaman kedudukan Jepang keadaan berubah segala organisasi dilarang, sekolah ditutup. Segala kegiatan pendidikan dan politik membeku. Barulah menjelang Jepang takluk kepada tentara sekutu, sekolah dibuka kembali.
Perang dunia 2 pecah pada tahun 1939. Setahun kemudian, negri Belanda diduduki tentara Jepang. Pada tahun 1941 semua guru laki-laki Belanda ditugaskan menjadi milisi, untuk mengatasi kekurangan guru di Indonesia. Pada zaman kedudukan Jepang keadaan berubah segala organisasi dilarang, sekolah ditutup. Segala kegiatan pendidikan dan politik membeku. Barulah menjelang Jepang takluk kepada tentara sekutu, sekolah dibuka kembali.
Proklamasi 17
Agustus 1945 mempunyai efek sangat besar terhadap seluruh pejuang kemerdekaan.pendiri
Republik ini dan juga para guru pada kurun waktu pasca tahun 1945.
Semangat proklamasi itulah yang menjiwai
penyelenggaraan Kongres Pendidikan Bangsa pada tanggal 24-25 November 1945
bertempat di Sekolah Guru Putri (SGP) Surakarta, Jawa Tengah. Dari kongres itu
lahirlah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang merupakan wahana
persatuan dan kesatuan segenap guru diseluruh Indonesia. Pendiri PGRI adalah
Rh. Koesnan, Amin Singgih, Ali Marsaban, Djajeng Soegianto, Soemidi Adisasmito,
Abdullah Noerbambang, dan Soetono. Mereka serentak bersatu untuk mengisi
kemerdekaan dengan tujuan:
a. Mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia.
b. Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengaajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan.
c. Membela hak dan nasib buruh umumnya, guru pada khususnya.
PGRI lahir sebagai “anak sulung” dari proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945 yang memiliki sifat dan semangat yang sama dengan “ ibu Kandungnya”,yaitu semangat persatuan dan kesatuan ,pengorbanan dan kepahlawanan untuk tentang penjajah. PGRI merupakan organisasi pelopor dan pejuang karena itu para pendiri PGRI mengangkat semangat persatuan dan kesatuan, tujuannya yaitu fungsi anggota PGRI sebagai pendidik bangsa bermaksud mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia dari segi pendidikan.
a. Mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia.
b. Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengaajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan.
c. Membela hak dan nasib buruh umumnya, guru pada khususnya.
PGRI lahir sebagai “anak sulung” dari proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945 yang memiliki sifat dan semangat yang sama dengan “ ibu Kandungnya”,yaitu semangat persatuan dan kesatuan ,pengorbanan dan kepahlawanan untuk tentang penjajah. PGRI merupakan organisasi pelopor dan pejuang karena itu para pendiri PGRI mengangkat semangat persatuan dan kesatuan, tujuannya yaitu fungsi anggota PGRI sebagai pendidik bangsa bermaksud mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia dari segi pendidikan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PERIODE
PERKEMBANGAN PGRI SEJAK MASA KOLONIAL HINGGA SEKARANG
1.
PGRI
pada Masa Perang Kemerdekaan (1945-1949)
PGRI adalah “Kedaulatan
Rakyat”dengan tujuan seperti disebutkan terdahulu. Dilihat dari tujuannya,
sangat jelas bahwa cita – cita PGRI sejalan dengan cita – cita bangsa Indonesia
secara keseluruhan. Para guru diIndonesia menginginkan kebebasan dan
kemerdekaan, memacu kecerdasan bangsa dan membela serta memperjangkan
kesejahtraan anggotanya.
Agar perjuangan bangsa
Indonesia melawan penjajah Bangsa Belanda lebih terorganisasi pemerintah pusat
pada tanggal 5 Oktober 1945 TKR untuk melindungi keamanan Rakyat dari provokasi
dan Agresi Belanda konferensinya tgl. 12 November 1945 Panglima Besarnya
Kolonel Soedirman dengan Pangkat Jendral.
a). Kongkres II PGRI di Surakarta 21-23 November
1946
Melalui kongres ini PGRI mengajukan
tuntutan kepada pemerintah:
1. Sistem pendidikan selekasnya didasarkan pada kepentingan nasional.
2. Gaji guru supaya tidak dihentikan.
3. Diadakan undang-undang pokok pendidikan dan undang-undang pokok pemburuhan.
1. Sistem pendidikan selekasnya didasarkan pada kepentingan nasional.
2. Gaji guru supaya tidak dihentikan.
3. Diadakan undang-undang pokok pendidikan dan undang-undang pokok pemburuhan.
b). Kongkres III PGRI di Madiun 27-29 Februari
1948
Kongkres yang diadakan dalam keadaan
darurat ini memutuskan bahwa untuk meningkatkan efektivitas organisasi,
ditempuh jalan dengan memekarkan cabang-cabang yang tadinya keresidenan
memiliki satu cabang menjadi cabang lebih kecil tetapi dengan jumlah sedikitnya
100 orang diharapkan yang lebih kecil itu dapat lebih aktif.
Cita-cita besar PGRI tercapai baik
dibidang pendidikan maupun dibidang pemburuhan. Nama PGRI tidak asing lagi,
termasuk diluar negeri. Dibuktikan adanya undangan dari NEA, juga undangan dari
WCOTP untuk menghadiri kongkres II yang diadakan oada bulan Juli 1984 di
London.
2. PGRI pada Masa Demokrasi Liberal (1950-1959)
a). Kongkres IV PGRI di Yogyakarta 26-28 Februari
1950
Presiden RI memuji PGRI yang menurut
pendapatnya tidakbisa lain dari pada pencerminan semangat juang para guru
sebagai pendidik rakyat dan bangsa. Oleh karena itu, Presiden RI menganjurkan
untuk mempertahankannama,bentuk,maksud,tujuan,dan cita – cita PGRI sesuai
dengan kehendak dan tekad para pendirinya.
Kongkres IV PGRI dihadiri beberapa utusan
dari luar-luar “daerah Renville”, yaitu: Sukabumi, Cianjur, Tasikmalaya, bahkan
dari Sumatra, yaitu: Sigli, Bukit tinggi, dan Lampung. Pengurus pusat SGI di
Bandung datang pada kongkres IV di Yogyakarta untuk secara resmi menggabungkan
diri kedalam PGRI dengan menyerahkan 38 cabang. Delegasi SGI terdiri atas,
Jaman Soejanaprawira, Djoesar Kartasubrata, M.Husein, Wirasoepena, Omo
Adimiharja, Sukarna Prawira, dan Anwar Sanusi. RIS diakui oleh Belanda pada
tanggal 27 Desember 1949.
Kembalinya kongkres IV PB PGRI berada di
Jakarta segera berkantor diruangan SMA Negeri 1 Jakarta di Jln. Budi Utomo.
Pada akhir February 1950 sebanyak 30 cabang SGI diseluruh Negara menyatakan
memisahkan diri dari SGI kemudian masuk PGRI. Yaman Soejanaprawira (KPI Jawatan
PP dan K), M.Husein dkk berjasa sekali. Pada tahun 1950 pemerintah RI
mengeluarkan PP No. 16/1950, sangat menguntungkan para guru, namun pelaksanaan
penyesuaian gaji ternyata disana-sini berjalan serat. Kegembiraan menyambut
keluarnya PP 16/1950 segera berbalik menjadi kekesalan dan keresahan, terutama
dikalangan guru di Jawa Barat. Guru-guru diJawa Barat mengancam untuk
mengadakan pemogokan, menurut rencana dimulai pada 12 Juni 1950 pukul 10.00
pagi. Usaha ini berhasil, akhirnya disetujui pemerintah. Hal ini mengokohkan
wibawa PGRI dibuktikan dengan lancarnya PP No. 32/1950 tentang penghargaan
kepada pelajar pejuang.
b). Kongres V PGRI di Bandung 19-24 Desember 1950
Acara pun lebih bervariasi karena dalam
kongres ini bicarakan suatu masalah yang prinsipil dan faundamental bagi
kehidupan dan perkembangan PGRI selanhutnya, yaitu asas organisasi ini : apakah
akan memilih sosialisme keadilan sosial atau pancasila akhirnya pancasila
menjadi asas organisasi
Kongres V merupakan “Kongres Persatuan”. Kongres dihadiri oleh perwakilan luar negeri yang ada diJakarta. Rapat diadakan dipusat kebudayaan Jln. Naripan, kongres ini membicarakan suatu masalah yang prinsipil dan fundamental bagi kehidupan dan perkembangan PGRI yaitu asas organisasi akankah memilih sosialisme keadilan sosial ataukah pancasila. Akhirnya, pancasila diterima sebagai asas organisasi. Sejak kongres V mulai nyata daerah dibentuk beserta susunan pengurusnya konferda mulai dilaksanakan. Mulanya konferda dilaksanakan di Cirebon, Solo, Jember pada Maret 1951, selanjutnya konferda meluas ke pulau lainnya, tanggal 27 Februari 1952 di Makassar dan 20 maret 1952 di Banjarmasin. Hasil nyata dari konsolidasi ialah masuknya 47 cabang di Sulawesi dan Kalimantan kedalam barisan PGRI.
Kongres V merupakan “Kongres Persatuan”. Kongres dihadiri oleh perwakilan luar negeri yang ada diJakarta. Rapat diadakan dipusat kebudayaan Jln. Naripan, kongres ini membicarakan suatu masalah yang prinsipil dan fundamental bagi kehidupan dan perkembangan PGRI yaitu asas organisasi akankah memilih sosialisme keadilan sosial ataukah pancasila. Akhirnya, pancasila diterima sebagai asas organisasi. Sejak kongres V mulai nyata daerah dibentuk beserta susunan pengurusnya konferda mulai dilaksanakan. Mulanya konferda dilaksanakan di Cirebon, Solo, Jember pada Maret 1951, selanjutnya konferda meluas ke pulau lainnya, tanggal 27 Februari 1952 di Makassar dan 20 maret 1952 di Banjarmasin. Hasil nyata dari konsolidasi ialah masuknya 47 cabang di Sulawesi dan Kalimantan kedalam barisan PGRI.
c). Kongres VI PGRI di Malang 24-30 November 1952
Kongres menyepakati beberapa keputusan
panting. Dalam bidang organisasi, menetapakan asas PGRI ialah keadilan social
dan dasarnya ialah demokrasi, PGRI tetap dalam GSBI. Dalam bidang pemburuhan
memperjuangkan kendaraan bagi pemilik sekolah, intruktur penjas, dan pendidikan
masyarakat. Dalam bidang pendidikan:
1)
System pengajaran
diselaraskan dengan kebutuhan Negara pada masa pembangunan.
2)
KPKPKB dihapuskan
pada akhir tahun pelajaran.
3) KPKB ditiadakan diubah menjadi SR 6 th.
4) Kursus B-I/B-II untuk pengadaan guru
SLTP dan SLTA diatur sebaik-baiknya.
5) Diadakan Hari Pendidikan Nasional.
d). Kongres VII PGRI di Semarang 24 November s/d
1 Desember 1954
Kongres ini dihadiri 639
orang utusan. Pelaksanan rapat bertempat di aula SMA B Candi Semarang. Untuk
pertama kalinya kongres PGRI dihadiri oleh tamu-tamu dari luar negeri Maria
Marchant wakil FISE di Paris, Marcelino Bautista dari PPTA (Filipina) wakil
WOTOP, Fan Ming, Chang Chao, dan Shen Pei Yung dari SBP RRC, dan Jung Singh
dari organisasi guru Malaysia. Dibicarakan pula masalah pendidikan agama.
Hasil kongres ini antara lain:
Bidang Umum : Pernyataan mengenai Irian
Barat, pernyataan mengenai korupsi, resolusi mengenai desentralisasi sekolah,
resolusi mengenai pemakaian keuangan oleh kementrian PP dan K, dan resolusi
mengenai penyempurnaan cara kerja kementrian PP dan K.
Bidang Pendidikan : Resolusi mengenai
anggaran belanja PP dan K yang harus mencapai 25% dari seluruh anggaran belanja
Negara, resolusi mengenai UU sekolah rakyat dan UU kewajiban belanja,
resolusimengenai film, gambar, tektur, serta radio dan pembentukan dewan bahasa
nasional.
Bidang Pemburuhan : UU pokok kepegawaian,
peleksanan peraturan gaji, pegawai baru, tunjangan khusus bagi pegawai yang
tugas di daerah yang tidak aman, ongkos perjalanan cuti besar, Guru SR
dinyatakan sebagai pegawai negri tetap, dan penyelesaian kepegawaian.
Bidang Organisasi : Pernyataan PGRI untuk
keluar dari GBSI dan menyatakan diri sebagai organisasi “Non-Vaksentral”.
d). Kongres VIII PGRI di Bandung 1956
Kongres dihadiri hampir seluruh cabang
PGRI di Indonesia. Suasana kongres mulanya meriah,tetapi waktu diadakan
pemilihan ketua umum keadaan menjadi tegang. Pihak Soebandri menambah kartu
palsu. Sehingga pemilihan terpaksa dibatalkan. Otak pemalsuan Hermanu Adi
seorang tokoh PKI Jatim, yang menjabat ketua II PGRI. Walaupun M.E Subiadinata
dihalangi secara curang akhirnya ia terpilih menjadi ketua Umum mengantikan
Sudjono. Ketua II PGRI digantikan M.Husein.
Jumlah anggota PGRI meningkat setelah
diadakan konsolidasi dengan cara:
1) Kunjungan kecabang-cabang
1) Kunjungan kecabang-cabang
2) Korespondensi PB PGRI dengan cabang
lebih diintensifikasi
3) Tindakan-tindakan disiplin dilakukan
kepada cabang yang tidak disiplin diberikan peringatan seperlunya
4) Dilakukan pembekuan terhadap pengurus
cabang PGRI Palembang karena tindakan indisipliner terhadap komisariat daerah
Keterlibatan PGRI dalam symposium BMN Denpasar
Bali (Juli 1957) mendapat penghargaan dan perhatian masyarakat.
Pokok-pokok bahasan:
a)
Pendidikan sebagai
pewaris nilai budaya
b)
Perlu adanya
Indonesianisasi
c)
Aspek kebudayaan
agar dilegalisasikan dalam UUD
Masalah cukup serius mendapatkan
perhatian diantaranya tentang:
1) Dimasukannya pencak silat dalam pendidikan jasmani
2) Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah dalam dunia pendidikan dan masyarakat
3) Uang alat/perlengkapan sekolah dan pakaian belajar
1) Dimasukannya pencak silat dalam pendidikan jasmani
2) Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah dalam dunia pendidikan dan masyarakat
3) Uang alat/perlengkapan sekolah dan pakaian belajar
3.
PGRI pada Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Pada kongres IX di
Surabaya bulan oktober /November 1959,soebandri dkk.Melancarkan politik
adudomba diantara para kongres, terutama pada waktu pemilihan Ketua Umum.Usaha tersebut tidak
berhasil, ME.Sugiadinata terpilih lagi sebagai Ketua Umum BP PGRI.
a). Lahirnya PGRI
Non-Yaksentral/PKI
Periode tahun 1962-1965 merupakan episode
yang sangat pahit bagi PGRI. Dalam masa ini terjadi perpecahan dalam tubuh PGRI
yang lebih hebat dibandingkan dengan pada periode sebelumnya. Penyebab
perpecahan itu bukan demi kepentingan guruatau peropesi guru,melainkan karena
ambisi politik dari luar dengan dalih”machsovorming en
machsaanwending”(pembentukan kekuatan dan panggunaan kekuatan).
Ternyata goldfried termasuk salah seorang
penandatanganan “surat selebaran fitnah”,sehingga timbul protes dari siding
pleno, sehingga Goldfied akhirnya dikeluarkan dari panitia.
b). Pemecatan Massal Pejabat Departemen P&K (1964)
Pidato inangrasi Dr.Busono wiwoho pada
rapat pertama Majelis Pendidikan Nasional (Mapenas)dalam kependudukannya
sebagai salah seorang wakil ketua, menyarankan agar PancawarDhana diisi dengan
moral “panca cinta”.sistem pendidikan pancawardhana dilandasi dengan
prinsip-prinsip:
1) Perkembangan cinta bangsa dan cinta tanah air,moral nasional / internasional/ke agamaan ,
1) Perkembangan cinta bangsa dan cinta tanah air,moral nasional / internasional/ke agamaan ,
2) Perkembangan kecerdasan,
3) Perkembangan emosional – artistrik
atau rasa keharuan dan keindahan lahir batin
4) Perkembangan keprigelan atau
kekerajinan tangan dan,
5) Perkembangan jasmani.
Moral panca cinta meliputi:
a.
Cinta nusa dan bangsa
b.
Cinta ilmu
pengetahuan
c.
Cinta kerja dan
rakyat yang bekerja
d.
Cinta perdmaian dn
persahabatan antar bangsa-bangsa
e.
Cinta orang tua
Isi pidato tersebut menimbulkan
pertentangan dan kegelisahan dikalangan pendidik. Dilinkungan Departemen PP
& K, polemic itu makin meruncing ketika dalam Rapat Dinas tanggal 23 Juli
1964 Mentri PP & K, Prof. Dr. Prijono (1957-1966) memancing kembali suasana
polemic tersebut. Akibatnya, Pembantu mentri, Tartib Prawirodiharjo,
meninggalkan rapat karena dituduh mengkhianati Mentrinya.
Karena heboh mengenai pemecatan 27 orang pejabat berkenaan dengan isi Moral Pendidikan Pancawardhana, akhirnya Presiden membantuk sendiri panitia dengan nama “Panitia Negara Penyempurnaan Sistem Pendidikan Pancawardhana”. Panitia ini diberi tugas untuk menyampaikan pertimbangan tentang “Pemecatan Massal”, ke-27 orang tersebut dinyatakan tidak bersalah.
Karena heboh mengenai pemecatan 27 orang pejabat berkenaan dengan isi Moral Pendidikan Pancawardhana, akhirnya Presiden membantuk sendiri panitia dengan nama “Panitia Negara Penyempurnaan Sistem Pendidikan Pancawardhana”. Panitia ini diberi tugas untuk menyampaikan pertimbangan tentang “Pemecatan Massal”, ke-27 orang tersebut dinyatakan tidak bersalah.
c). PGRI Pasca-Peristiwa G30 S/PKI
Periode th. 1966-1972merupakan masa
perjuangan untuk turut menegakka Orde Baru, penataan kembali organisasi,
menyesuaikan misi organisasi secara tegas dan tepat dalam pola embangunan
nasional yang baru memerlukan pemimpin yang memiliki dedikasi yang tinggi,
kemampuan manajerial yang mantap, dan pengalaman yang mendukang. Dipenuhi
dengan jalan kaderisasi, pelaksanaan kaderisasi yang dimulai pada th. 1957 di
Jakarta dilanjutkan kembali mulai Juli 1973 di Bandung, Yogyakarta, dan
Pandaan, Jawa Timur.
PGRI mencoba untuk turut memprakarsai dan
menghimpun organisasi-organisasi pegawai negeri dakam bentuk RKS. Selanjutnya
PGRI memprakarsai pendirian PSPN dengan ketua Umumnya M.E. Subiadinata.
Terakhir, pada th. 1967, PGRI memprakarsai berdirinya MPBI. Sebagai
pengembangan dari MPBI lahirlah FBSI.
Disambut gembira oleh para buruh kelahiran FBSI, sementara PGRI tidak mempunyai tempat dalam federasi karena banyak perbedaan yang mendasar:
1) FBSI beranggotakan unsur buruh murni
Disambut gembira oleh para buruh kelahiran FBSI, sementara PGRI tidak mempunyai tempat dalam federasi karena banyak perbedaan yang mendasar:
1) FBSI beranggotakan unsur buruh murni
2) Anggota FBSI harus buruh swasta
3) FBSI berprinsip “trade unionisme”
4) FBSI berada di bawah pembinaan
Departemen Tenaga Kerja.
d). Usaha PGRI Melawan PGRI Non-Vaksentral/PKI
PGRI tidak luput dari
ancaman tersebut. Pada kongres IX PGRI di Surabaya (oktober 1959),infiltrasi
PKI kedalam tubuh PGRI benar” terasa,dan lebih jelas lagi dalam kongres X di
Jakarta(November 1962).
Kiranya perinsip “siapa
kawan siapa lawan” berlaku pula dalam tubuh PGRI.”kawan”adalah semua golongan
pancasilaisanti PKI yang Dalam Pendidikan mengamankan Pancasila,dan
“Lawan”adalah PKI yang berusaha memnaksakan
pendidikan.”pancacinta”dan “pancatinggi”. Akan tetapi kekuatan pancasilais
d.PGRI masih lebih kuat dan mampu bertahan menghadapi tantangan tersebut.
Setelah PKI di wakili oleh guru” ber orentasi ideology komunis tak mampu lagi melakukan taktik” penyusupan terhadap PGRI,mereka mengubah siasat dengan melakukan usaha terang”an untuk memisahkan dari PGRI.
Untuk menyelamatkan pendidikan dari berbagai ancaman dan perpecahan di antara guru,president sukarno turun tangan dengan membentuk majelis pendidikan nasional yang menerbitkan penpres no.19 thn 1965 tentang pokok” pendidikan pancasila akan tetapi pempres tersebut tidak berhasil mempersatukan organisasi ini.
Setelah PKI di wakili oleh guru” ber orentasi ideology komunis tak mampu lagi melakukan taktik” penyusupan terhadap PGRI,mereka mengubah siasat dengan melakukan usaha terang”an untuk memisahkan dari PGRI.
Untuk menyelamatkan pendidikan dari berbagai ancaman dan perpecahan di antara guru,president sukarno turun tangan dengan membentuk majelis pendidikan nasional yang menerbitkan penpres no.19 thn 1965 tentang pokok” pendidikan pancasila akan tetapi pempres tersebut tidak berhasil mempersatukan organisasi ini.
Sungguh perpecahan
tersebut merupakan peristiwa yang sangat pahit bagi PGRI.
BAB III
PENUTUP
A.
SIMPULAN
PGRI
adalah organisasi perjuangan, organisasi profesi dan organisasi ketenagakerjaan
yang berfokus pada bidang keguruan. PGRI sebagai tempat berhimpunnya segenap
guru dan tenaga kependidikan lainnya merupakan organisasi perjuangan,
organisasi profesi, dan organisasi ketenagakerjaan yang berdasarkan
Pancasila, bersifat independen, dan non politik praktis, secara aktif menjaga,
memelihara, mempertahankan, dan meningkatkan persatuan dan kesatuan
bangsa yang dijiwai semangat kekeluargaan, kesetiakawanan sosial yang kokoh
serta sejahtera lahir batin, dan kesetiakawanan organisasi baik nasional
maupun internasional.
B.
SARAN
PGRI
lahir dengan semangat kemerdekaan yang kuat. Semoga hal itu bisa menjadi
pondasi yang kukuh dalam mempertahankan semangat proklamasi sehingga dapat memberikan
pengajaran yang terbaik.